selamat datang di blog yang dikhususkan buat teman2 yang interest di bidang transportasi.....

(selaen transport juga gpp c.. sing penting happy! heheh)

Minggu, 30 Januari 2011

sampe kapan boleh naek mobil ?

"persediaan bahan bakar fosil kita hanya akan cukup sampe tahun 2018, jika kita menghemat mungkin bisa sampe 2020" itu statement mengerikan yang pernah saya dengar dari sebuah sumber yang kayaknya sich bisa untuk dipercaya...

bener ato ga nya statement itu saya ga berani untuk menjamin, tapi jika kita lihat fenomena saat ini maka itu bukanlah hal yang mustahil. untuk Indonesia saja, menurut Gaikindo "Pasar mobil tahun 2011 diperkirakan akan mampu menembus angka 800 ribu unit atau naik 11 persen dibanding tahun 2010 sekitar 720 ribu unit".

anggap saja dech statement diatas benar adanya.. lalu apa yang harus kita lakukan ?
tentu saja selalu ada sekurang-kurangnya dua alternatif  dalam segala sesuatu..
alternatif pertama, kita nikmati saja pemakaian mobil berbahan bakar fosil (minyak) sampe waktunya habis, biarin aja dech ga usyah difikirin anak cucu kita mah, nanti juga mereka akan cari teknologi baru untuk mobilitasnya katakanlah mereka cari teknologi dengan tenaga surya, tenaga air, tenaga matahari, whatever...
alternatif kedua, anggap saja kita punya sedikit kepedulian kepada generasi penerus kita.. dari sekarang kita mulai berhemat dengan mengurangi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil tadi ke moda (kendaraan) lain yang ramah lingkungan seperti naek sepeda, andong, ato becak yang jelas-jelas tingkat polusinya juga rendah, paling-paling juga "olok kejo" (=ngabisin nasi gitu rojer!) karena sekali narik tukang becaknya makan dua piring gitu... ato bisa juga pemerintah "memaksakan" pengalihan moda (kendaraan) ini dengan menggalakan angkutan umum massal, terserah mo berbasis rel (dengan kereta api) ato berbasis jalan (dengan prioritas untuk bus besar).. apa aja yang penting penggunaan bahan bakar dibatasi habis-habisan..

saya ga faham alternatif mana yang mungkin disukai oleh kebanyakan kita.. yang jelas sekarang kita hidup di negara demokrasi yang katanya "one man one vote" (=satu orang satu suara), jadi hak Anda yang mungkin saat ini jadi jagoan terminal ato penguasa kawasan ato apa lah tetap sama dengan saya yang saat ini berprofesi sebagai tukang ngomentarin orang... kita lakukan aja jajak pendapat, kayak pemilu gitu lah... kita tanya seluruh warga masyarakat dari aki-aki sampe yang baru lahir : "Anda pilih mana, mau pake sepeda ato naik angkutan umum ato tetep hura-hura dengan kendaraan pribadi?"

kira-kira pegimana yaa hasilnyaaa ??? ;)

------
bacaan :
gasprices.pdf

Kamis, 20 Januari 2011

dibuat untuk dilanggar...

siapa nyana kalo bukan hanya aturan hukum aja (katanya) yang dibuat untuk dilanggar..

coba kita perhatikan... udah jelas bahwa kendaraan yang kita pake mempunyai limit kecepatan rata-rata diatas 100 km/jam eeeh dibatasi katanya di dalam kota hanya boleh 40 km /jam sedangkan di luar kota 60 km/jam dan di jalan tol 100 km/jam... jangankan pengemudi mobil yang kekuatannya ada yang sampe 250 km/jam sedangkan pengemudi sepeda motor aja yang kemampuannya sampe 180 km/jam selalu gatel untuk melanggar batasan kecepatan lalulintas itu.. rasanya cuman gerobak siomay aja yang ga melanggar kecepatan lalulintas, itu juga kalo tukang siomaynya ga memodifikasi gerobaknya pake mesin gituh... :)

contoh lain, udah jelas bahwa internet itu bisa digunakan untuk melihat segala macem tanpa batasan.. dari yang positif sampe yang negatif bisa kita temukan di internet.. ehh bisa2nya dibatasi, ga boleh ini, ga boleh itu... huuhh.. jadi ga asyik donk buka internet kalo banyak batasan begitu.. kenapa ga ditutup aja sekalian ga boleh maen internet gitu ? 

berikutnya contoh yang ngawur, untuk 17 tahun keatas, kita para lelaki yang (maaf)  dikasih kemaluan dengan keinginan yang ga ada puasnya seperti ingin mencoba segala jenis lubang-lubangan dari lubang buaya sampe lubang belut dibatasi harus setia pada satu pasangan.. lha khan yang beginian kalo dipendam bisa jadi jerawat, mending kalo cuman jereawatan kalo pada nyari jajanan di luar pegimana ? mungkin karena banyak batasan yang setengah2 model beginih maka tempat jajanan pun sekarang ga di tempat remeng-remeng lagi tapi malah dagang di tempat yang terang-terangan...

-----------
jelas khan yang saya maksudkan banyak hal yang dibuat untuk dilanggar? iyaaa.. ngerti.. saya terlalu negatif khan ? 
awalnya saya berfikiran bahwa kalo emang ga boleh mengemudikan kendaraan diatas 40 km/jam kenapa ga kita batasi aja semenjak kendaraan itu dibuat? kalo intertet ga bebas kenapa ga kita tutup aja perusahaan-perusahaan parno nya ? kalo minum-minuman keras ga boleh dikonsumsi kenapa pabrik pembuatnya dibiarkan ? kalo para lelaki hanya boleh memiliki satu wanita, kenapa lelaki ga didesain hanya bisa "mencintai" satu wanita aja ? kenapa mata lelaki tetap dibiarkan jelalatan ?
tapi saya pikir-pikir lagi kalo saya protes mulu mungkin saya bisa dicap "pembangkang" kale.. masalahnya diantara benda-benda yang saya contohkan diatas diantaranya ada juga yang langsung dibuat Tuhan, kalo bikinan manusia sich gapapa kale diprotes, lha kalo bikinan Tuhan khan ga boleeehh... 
lagian pada awalnya saya kepikiran bahwa banyak hal yang dibuat untuk dilanggar itu setelah mengingat ucapan Einstein yang katanya kurang lebih bahwa hal yang paling menjatuhkan martabat pemerintah adalah ketika pemerintah meloloskan aturan yang ga mungkin dilaksanakan.. setelah saya pikirin, lah banyak sekali yang dibuat untuk dilanggar di dunia ini... :)

dah ah.. daripada pusing, kita anggap aja bahwa begitulah cara Tuhan mempertahankan kehidupan kita-kita sebagai makhluknya.. kenapa peluang atas pelanggaran dibiarkan terjadi ? biar nambah profesi pekerjaan ! kenapa manusia banyak yang jadi maling ? biar polisi ada kerjaannya.... kenapa lelaki diberi peluang untuk punya isteri lebih dari satu ? biar dia ga berhenti berusaha karena persyaratan untuk poligami adalah punya kelebihan harta atau ilmu... lagian mana ada wanita yang mau ama lelaki kere di jaman sekarang ? ;) kalo dikembalikan begitu khan kebingungan kita dah terjawab... selesai khan ?  hehehe...  

Selasa, 18 Januari 2011

apakah kita perlu Standar Pelayanan ?

definisi standar pelayanan (sapenake dewe) adalah kurang lebih kesepakatan yang mengatur jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh seseorang... seseorang itu menurut pendapat saya boleh siapa aja dan dalam posisi apa aja, katakanlah warga negara, sebagai anak, isteri, suami, pokoknya apa aja yang disepakati untuk diperoleh....

selama ini yang sering diperbincangkan orang adalah standar pelayanan minimal bahkan ada aturan untuk menyusunnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal,  dalam peraturan tersebut disebutkan definisi "Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal". disebutkan pula bahwa "Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan".

merujuk pada definisi dan penjelasan diatas, kalo kita ditanya apakah kita perlu menyusun standar pelayanan (minimal) ? kayaknya sich jawabannya adalah so pasti ! kenapa ? yaa.. gampangnya sich kalo kita semua sudah menyepakati pelayanan apa yang berhak diperoleh maka kita mudah menentukan mana hak kita mana yang bukan. sebagai contoh, jujur aja sampe sekarang saya masih bingung kalo ditanya "apa hak Anda sebagai warga negara?".. Yaa.. kalo Anda (pembaca) sich mungkin ga bingung, kalo saya mah dari dulu pusing tujuh keliling karena katakanlah di Undang-undang dasar kita disebutkan bahwa kita berhak mendapat pendidikan, mendapatkan penghidupan yang layak, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan lain sebagainya tapi sampe sekarang buanyak sekali warga negara yang miskin dan dicuekin (dibaca: ditelantarkan) oleh negara... sampe sekarang juga sepengetahuan saya sich belom pernah ada yang nuntut ke negara tuch.... mungkin khan karena warga negara belom tau ukuran kesejahteraan itu semana, pendidikannya sampe dimana yang jadi tanggung jawab negara.. okey2 sekarang dah ada yang katanya 9 tahun... tapi sekolah gratis juga denger2 masih banyak yang membebani siswanya dengan iuran ini itu... bener ga yah ?

okey contoh lain, sepasang kekasih yang dimabuk cinta... ceritanya sang jejaka menjanjikan gadis pujaan hatinya untuk membahagiakan hidupnya suatu hari nanti jika mereka menikah.. ketika mereka telah menikah, sang kekasih yang udah jadi emak2 ini protes... "kenapa kang mas tidak membahagiakan dan mencukupi kebutuhan diriku seperti janji mu dulu?"..... sang suami tambah bingung karena menurut perasaannya dia udah memberikan segala kepemilikan dan usahanya untuk isteri tercinta tapi kok ga berterima kasih juga..... ini juga menegaskan bahwa ukuran standar pelayanan itu perlu disepakati dengan jelas dan rinci khan ? berapa mobil yang harus dimiliki oleh isterinya, berapa besar ukuran rumah yang harus dibangun dan disediakan oleh sang suami, berapa kali isteri melayani suaminya, berapa uang belanja yang harus disediakan de el el de es be adalah ukuran standar pelayanan yang harusnya disepakati sebelum mereka menikah ! (biar ga pada protes suatu hari nanti)....

iya sih.. kita orang-orang timur ini khan emang kadang sungkan (=malu2 kucing) kalo harus menuliskan kesepakatan-kesepakatan model begituh.. liat aja ketika seorang calon pegawai diwawancara, "berapa gaji yang Anda harapkan dari pekerjaan ini?" ..umumnya kita menjawab "terserah Anda aja deh yang penting cukup (buat beli ini itu)".... ketika ia diterima bekerja dan mendapatkan gaji, ia baru protes ato minimal ngegerundel "kenapa gaji gue cuman segini ?!".. saya berkeyakinan kalo pegawai itu menyampaikan protes kepada pimpinannya, si bos akan nanya balik "kenapa lo ga ngomong dari dulu ?!"

saya tidak mengatakan bahwa malu itu jelek karena saya juga meyakini bahwa "malu adalah sebagian dari iman" tapi tentu saja malu yang dimaksudkan disini adalah malu yang pada tempatnya, bukan yang malu-maluin. untuk hal-hal yang kira-kita membawa potensi "perselisihan" di masa mendatang ga da salahnya khan kalo kita menuliskan kesepakatan-kesepakatan standar pelayanan (kalo yang kira2 malu untuk dituliskan yaa diinget bersama aja) misalnya warga negara berhak mendapatkan air yang layak minum, kalo air ga layak minum maka kita boleh nuntut pemerintah... warga negara berhak mendapatkan kedamaian, kalo ada yang bikin keributan kita bisa telpon polisi sesuai motto mereka "to serve and protect", warga negara berhak mendapatkan KTP, kita ga usah repot-repot bolak balik ke RT, RW, kelurahan, Camat dll karena itu hak kita, aparat pemerintah yang harus mengantarkannya ke rumah kita..... ga usah jauh-jauh kita liat ke negara maju seperti Amerika yang standar pelayanannya diatur dengan jelas dan diketahui semua masyarakat sampe setiap masyarakat punya buku hak warga negara yang tebelnya mungkin sama dengan buku Harry Potter... di Malaysia aja yang beginian dah diatur, di Malaysia warga negara ga usah sibuk-sibuk bikin akte kelahiran dan KTP karena Pemerintah yang menyediakannya, bahkan bisa sekaligus jadi ATM !.. yaa tentu saja yang beginian harus dibarengi dengan kesadaran untuk membayar pajak.. jangan kayak penulis yang bisanya protes doang, pas diminta bayar pajak ngilang ! hehe


jadi jelas yach arti pentingnya standar pelayanan sekarang ? belom faham? silakan baca lagi dari atas sebelum melanjutkan bacanya :) <-- gaya banget ! :)

kayaknya sich kalo ada ukuran minimal harusnya ada maksimalnya juga ya ? makanya judul tulisan ini adalah standar pelayanan yang mencakup minimal dan maksimal... dengan pola fikir bahwa kebutuhan standar pelayanan ini adalah supaya kita-kita yang terlibat dalam suatu sistem tertentu ga pada bakalai (=berkelahi) suatu saat nanti karena memperebutkan pepesan kosong, beradu argumen bahwa ini ga sesuai, itu ga sesuai padahal ukuran kesesuaiannya juga ga pernah ada ....silakan Anda resapi, standar pelayanan maksimal juga rasanya perlu... kenapa perlu ? jawabannya adalah untuk melindungi hak pelayannya (yang memberikan pelayanan)...

katakankah isteri adalah yang menerima layanan, suami yang memberi pelayanan, dan katakanlah pelayanannya adalah memberi uang belanja dengan besaran Rp 5 juta perhari (kekecilan yah? gapapa namanya juga contoh)... jika 5 juta itu adalah ukuran kelayakan kehidupan isteri, maka kita juga perlu mempertimbangkan kesanggupan suaminya yang kemudian dijadikan standar pelayanan maksimalnya katakanlah Rp. 100 juta/hari.... jika suatu hari nanti suami hanya bisa memberi Rp 3 juta/hari maka isteri boleh menggugat cerai suaminya, dan jika suatu saat suami mendapat penghasilan Rp 500 juta per hari maka hak isteri untuk minta uang kepada suaminya hanya Rp 100 juta saja, sisanya ? yaa terserah suami dong.. mo jajan apa kek dengan 400 jutanya... suka2 dia lah...

supaya adil, contohnya kita balik, jika isteri jadi pelayan dan suami yang menerima pelayanan... katakanlah pelayanan isteri minimal adalah 5x nyuci dan nyetrikain baju suaminya per hari dan maksimal 10 baju per jam... jika suatu saat baju suaminya yang 5 lemari itu kotor semua, suami ga boleh memaksakan isterinya untuk nyuci dan nyetrika semuanya dalam satu jam beres semua... begitu dech....

gitu kira-kira pendapat saya mengenai standar pelayanan ini.. gimana pendapat Anda ? give me a respond, please :)