Jika kita ingat lagi sejarah kehancuran perekonomian
Indonesia dan sebagian negara lain di dunia Tahun 1997, mungkin kita bisa ingat
kata Jefrey Winter (ekonom) bahwa masalah utama yang dihadapi
bangsa kita ada tiga : pemimpin yang korup, aturan yang bisa dibeli dan
masyarakat yang susah diatur. Dan tentu kita bisa ingat lagi kata Mahatir Muhammad bahwa Malaysia dan
Indonesia – sebagai sama2 orang Melayu- mempunyai penyakit yang sama (penyakit
hati).. tentu saja kita bisa
menafsirkan statement orang-orang cerdas ini dengan perspektif kita
masing-masing dan rasanya sich Anda juga tidak berkeberatan jika saya juga
punya pemahaman sendiri...
Sampai detik saya tuliskan ini, saya tidak habis pikir,
kenapa masih banyak sekali diantara kita yang menginginkan untuk mendapatkan
jabatan/kedudukan terutama di organisasi-organisasi kemasyarakatan / instansi
publik. Kita semua tau bahwa mengurus kumpulan
orang dengan karakter yang berbeda-beda itu sangat sulit dan akan lebih sulit
lagi jika mereka sulit diatur, sakarepe dewek, semaunya sendiri seperti
yang diwarningkan oleh Mr. Jefrey diatas... tapi kenapa kita masih menginginkan
untuk mengurusi orang-orang yang sangat potensial untuk musingin kita ini??
Apakah memang sudah demikian terpatrinya pada image masyarakat bahwa
jabatan/kedudukan adalah sebuah kehormatan/kemuliaan hidup yang pantas untuk
diperjuangkan, sehingga banyak sekali diantara kita yang rela mempertaruhkan
aset keluarga untuk bersaing dalam pemilihan kepemimpinan, ato ada pula yang
rasanya rela kehilangan nuraninya sendiri dengan cara menjilat kesana-kemari
untuk sekedar mendapatkan kesempatan untuk menduduki posisi tertentu? Ato mungkin
penulis yang terlalu sinis karena nyatanya tidak ada seorangpun baik yang telah
menduduki jabatan ato yang sedang mengupayakannya merasa telah berlaku seperti
itu... saya sendiri ga yakin, yang saya tau saya sering mendengar banyak orang
yang mengatakan seperti yang saya gambarkan sekalipun mereka sendiri di lubuk
hatinya yang paling dalam mungkin merasa telah, pernah, ato mungkin saja
melakukan hal yang sama...
Banyak orang mengatakan bahwa jabatan adalah kepercayaan,
ada pula yang mengatakan sebagai titipan, ada yang mengatakan sebagai sarana
untuk ibadah, ada pula yang memandang bahwa jabatan adalah prestasi dan lain
sebagainya. Iseng-iseng mari kita bahas perspektif kita ini :
Mereka yang berpandangan bahwa jabatan adalah kepercayaan berpeluang
untuk bertindak positif dan negatif tergantung perasaan mereka sendiri. Jika mereka
merasa memperoleh kepercayaan dari masyarakat atas dasar kapabilitasnya maka
tentu saja mereka akan bertindak benar, jika mereka merasa memperoleh
kepercayaan itu dari pimpinan-pimpinannya maka mereka sangat berpeluang untuk
menjadi pejabat-pejabat yang ABS, asal bapak senang, mereka melayani
pemimpin-pemimpinnya bukan orang-orang yang dipimpinnya....
Mereka yang berpandangan bahwa jabatan adalah titipan juga punya
peluang untuk bertindak positif dan negatif tergantung kualitas dirinya
sendiri. Jika ia memang adalah orang yang amanah, maka tentu saja ia akan menjaga
titipan yang ada padanya, sebaliknya ia juga bisa memanfaatkan titipannya
mumpung ada padanya. Katanya sich manusia adalah makhluk ekonomis sehingga
rasanya prosentase kemungkinan kita untuk memanfaatkan akan jauh lebih besar
daripada sekedar menjaga titipan...
Mereka yang berpandangan bahwa jabatan adalah sarana untuk ibadah juga
berpeluang untuk bertindak positif dan negatif tergantung sudut pandangnya
mengenai ibadah itu sendiri. Akan sangat positif jika mereka
menginterpretasikan ibadah tersebut sebagai upaya untuk menjalankan apa yang
seharusnya dilakukan pada posisinya. Sebaliknya akan menjadi negatif jika
ibadah dipandang dalam arti sempit, misalnya untuk menjalankan aturan-aturan
agama saja. Katakanlah, jika masih banyak pejabat yang umroh pada waktu negara
dalm kondisi perang, maka rasanya mereka telah mengartikan ibadah dalam sudut
pandang yang sangat sempit. Rasanya tindakan benar seseorang dapat dinilai
sebagai ibadah jika niat, sarana dan prasarana pendukungnya memenuhi syarat
untuk itu... kita akan sangat
menyesalkan sumbangan dari hasil korupsi, menunaikan ibadah dari hasil yang
tidak jelas sementara masyarakat sedang kesulitan, dan kayaknya sich, itu
sangat tidak mendidik....
Mereka yang berpandangan bahwa jabatan adalah prestasi tidak mempunyai
nilai positif sedikitpun ! Kenapa? Karena mereka kemudian akan berfikiran bahwa
jabatan yang dipegangnya sebagai hak nya.. bayangkan apa yang dilakukan
seseorang ketika berfikiran bahwa sesuatu adalah haknya, kita akan menggunakan
mobil pribadi kita semau kita sendiri, kapan aja dan kemana saja, rumah kita
sendiri pun akan kita pakai semau kit, mau kita tempatin kek, mau disewakan
kek, suka-suka kita khan? Kita pula bebas-bebas saja mau menanggalkan prestasi
kita sebagai juara tinju kelas berat ato mundur dari boy band bentukkan kita
ketika kita lebih suka jadi orang bisa... Lha wong rumah itu, mobil itu, gelar
itu adalah hasil jerih payah saya sendiri, hasil saya nabung,hasil saya latihan
dan kerja keras, gituh.... fine-fine saja untuk hal-hal seperti itu, tapi
apakah tetap kan fine-fine saja ketika kita memperlakukan jabatan sebagai
prestasi dan hak kita ? tidak, itu bahkan sangat berbahaya...
Anggap saja bahwa kebanyakan orang yang menginginkan jabatan
di negeri kita ini punya niat baik, anggap saja tidak ada orang yang
berkeinginan untuk menggunakan jabatan bagi kepentingan pribadi, anggap saja
kita semua siap menanggung resiko pusing ngadepin banyak sekali orang-orang
yang susah diatur untuk benar-benar memajukan mereka.. Lalu apa yang harus kita
lakukan ?
Saya ajak kita semua untuk mengingat kembali John F. Kennedy
yang mengisyaratkan bahwa tidak mungkin
kita berkembang jika kita memajukan cara berfikir kita, yang pertama kali kita
harus ubah adalah cara berfikir kita. yang pertama kali kita lakukan adalah
menyeragamkan cara pandang mengenai “definisi”jabatan itu sendiri dan saya akan
menawarkan untuk memandang Jabatan sebagai sebuah tanggung jawab! Dengan sudut pandang ini, siapapun yang
ingin menduduki jabatan akan pertama kali berfikir tentang apa saja yang
menjadi tanggung jawabnya, apa saja yang harus dilakukan, dan resiko apa jika
mereka tidak mampu menjalankan tanggungjawabnya.. dengan sudut pandang ini,
rasanya siapapun yang telah mempunyai jabatan tidak akan minta dilayani, tidak
akan ada keinginan untuk dihormati karena nyadar bahwa tanggung jawabnya lebih
berat dari orang kebanyakan, seharusnya mereka dikasihani, bayangkan tanggung
jawab ini seperti suami yang diminta mengunjungi orangtuanya yang sedang sakit
parah sementara isterinya yang menjadi tanggung jawabnya sedang hamil tua dan
ketubannya udah pecah.. mereka yang
punya tanggung jawab mempunyai peluang yang lebih sempit, waktu yang lebih
sedikit untuk sekedar bersantai ria, bandingkan dan rasakan seperti bujangan
dan pria/wanita yang sudah berkeluarga...
Demikian sajalah untuk sekedar diketahui, dikarenakan sudah
waktu maghrib, lain kali aja disambung lagi.. hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar